Umatan Wasatha Itu Umat yang Unggul dan Terbaik

Oleh: Dr. Adian Husaini (Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia)

Pada Hari Kamis-Jumat (22-23) Desember 2022, saya mengikuti “Konferensi Islam Negara ASEAN atau 2nd ASEAN Countries Conference”, di Denpasar, Bali. Tema besar Konferensi adalah “Khairu Ummah atau Umat Terbaik”. 

Konferensi ini diikuti 140 peserta dari negara-negara ASEAN dengan menghadirkan narasumber para pimpinan ormas Islam, tokoh agama, dan akademisi dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, Myanmar, Vietnam, Timor Leste, dan Arab Saudi.  

Konferensi Islam ASEAN ke-2 dibuka Wapres KH Ma’ruf Amin dan ditutup oleh Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi. Konferensi menghasilkan 10 poin yang berupaya memperkuat sinergi negara ASEAN dan Arab Saudi serta memperkokoh persatuan umat Islam. 

Berikut isi 10 poin rekomendasi Konferensi Islam ASEAN 2022: 

  • Memperkuat kerja sama dan sinergi negara ASEAN dan Arab Saudi dalam isu keagamaan dan diseminasi Moderasi Beragama (Wasathiyatul Islam); 
  • Memperkokoh persatuan umat Islam sebagai upaya kontributif terhadap berbagai tantangan keumatan yang dihadapi dunia internasional, baik di bidang politik, ekonomi, agama, sosial, budaya, lingkungan, dan iklim; 
  • Meneguhkan peran tokoh agama, cendekiawan Muslim, akademisi, dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam mewujudkan dan menguatkan ketenteraman melalui pembentukan umat unggul yang berakhlak mulia; 
  • Mewujudkan Khairu Ummah (Umat Terbaik) dengan amar ma’ruf (mengajak pada kebaikan), nahi munkar (mencegah dari kemunkaran), dan beriman kepada Allah dengan terus mewujudkan sikap saling menghormati dan menghargai keberagaman budaya di masing-masing negara; 
  • Mengajak pada kebaikan (amar ma’ruf) tidak sebatas pada ibadah ritual, tetapi juga dalam upaya menjaga negara baik di bidang ideologi, politik, sosial, budaya, lingkungan, ekonomi, pertahanan dan keamanan; 
  • Mencegah kemungkaran (nahi munkar) dilakukan dengan cara-cara yang baik dan dilakukan terhadap berbagai anasir disintegritas bangsa termasuk dalam rangka mewaspadai masuk dan berkembangnya paham ekstrem dan terorisme serta melawan semua jenis hoaks, kebohongan, disinformasi dan intoleransi; 
  • Meneguhkan komitmen seluruh komponen bangsa dalam mewujudkan umat teladan yang menjadi pionir tegaknya kemaslahatan dan keadilan; 
  • Mengarusutamakan Wasathiyyatul Islam sebagai praktek keagamaan yg moderat, toleran dan adil layak digaungkan di dunia internasional sebagai solusi atas ancaman konflik kemanusiaan di dunia global; 
  • Penguatan peran filantropi Islam dan lembaganya sebagai salah satu instrumen sumberdaya untuk  mewujudkan generasi mandiri dan sejahtera di tengah ancaman krisis pangan yang dihadapi dunia; 
  • Memperkuat peran perempuan dan keluarga dalam bidang pendidikan, sosial, politik, ekonomi dan budaya untuk mewujudkan khairu ummah.  

(Sumber: https://www.nu.or.id/nasional/ini-10-poin-hasil-konferensi-islam-asean-2022-di-bali-2hWfE).

*****

Tema “khaira ummah” dalam Konferensi di Bali itu patut diperhatikan. Sebab, inilah amanah yang harus ditunaikan oleh umat Islam, sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran: 110: “Kamu adalah umat terbaik yang diutus kepada umat manusia; kamu menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran, dan kamu beriman kepada Allah.” 

Dalam QS Al-Baqarah: 143 : “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi terhadap umat manusia dan Rasulullah (Muhammad) saw menjadi saksi kamu.”

Ummatan wasatha (umat pertengahan) adalah umat yang unggul dan tidak ekstrim (ghuluw/tatharruf). Perumpaannya, dalam pertandingan sepak bola, wasit bertugas memimpin pertandingan. Wasit adalah pemimpin! Maka, ia harus kuat dan memiliki otoritas untuk memimpin. Wasit harus bersikap adil. Adil bukan tidak berpihak. Tetapi, adil adalah memihak kepada yang benar dan memberi sanksi terhadap pemain yang berlaku tidak benar.

Memang, istilah “Islam moderat” sempat digaungkan oleh Barat, sebagai upaya untuk membendung “Islam militan” atau “Islam radikal”.  Islam moderat kemudian dimaknai sebagai “Islam liberal” yang keluar dari garis-garis pokok pemikiran dan ajaran Islam yang adil. 

Upaya Barat – yang dimotori sejumlah LSM dan negara tertentu — untuk memaksakan makna “Islam moderat” dengan makna “Islam Liberal”, tidak dapat diterima oleh umat Islam sepenuhnya. Sebab, Islam memiliki sistem keilmuan yang padu dalam memberikan makna suatu istilah, sehingga tidak mudah diubah-ubah sesuai dengan selera atau keinginan sebagian pihak.

Kasus “Islam moderat” ini mirip dengan kasus pemberian nama agama Islam dengan nama “Mohammedanism” atau “Arabism” sebagaimana terjadi pada penamaan agama-agama lain yang disandarkan pada nama pembawanya atau nama daerah asalnya. Tetapi, nama agama “Islam” sudah ditegaskan dalam al-Quran sebagai “Al-Islam” (QS Al-Maidah: 3). Maka, gagallah upaya untuk mengubah nama “Al-Islam”.

Meskipun ada yang berupaya melakukan “de-Islamisasi” terhadap istilah-istilah pokok dalam Islam, tetapi umat Islam secara keseluruhan pasti akan menolak dan sebaliknya melakukan upaya “Islamisasi bahasa”. Setelah itu, agenda umat Islam berikutnya adalah mewujudkan konsep-konsep Islam yang indah itu dalam kehidupan yang nyata, sehingga terwujud insan dan peradaban yang mulia. Umat Islam harus mampu membangun lembaga-lembaga peradaban yang unggul, seperti pesantren, sekolah, masjid, universitas, rumah sakit, dan pasar yang unggul serta dapat menjadi teladan bagi seluruh umat manusia. Islam bukan hanya indah dalam konsep, tetapi konsep-konsep kehidupan yang indah, terbukti mampu diterapkan dalam sejarah, selama berabad-abad. Wallahu A’lam bish-shawab

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *