Oleh: Dr. Adian Husaini (Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia)
Pada hari Sabtu (22/10/2022), Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir mewisuda 91 dai tingkat S-1. Awal November nanti, mereka akan dikirim ke berbagai pelosok tanah air, untuk menjalankan tugas pengabdian sebagai dai Dewan Da’wah.
Mereka telah menjalani proses pendidikan terbaik selama empat tahun, dan harus siap bertugas sebagai dai. Hingga kini, STID Mohammad Natsir telah meluluskan 809 sarjana dakwah. Para sarjana itu akan ditugaskan untuk berdakwah selama dua tahun.
Tugas mereka bukan hanya mengajar atau berceramah, tetapi juga membantu kegiatan perekonomian masyarakat. Mereka itulah para dai peradaban, yang membantu masyarakat setempat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, lahir dan batin. Alhamdulillah, selama ini ada sekitar 30 persen dai yang menetap di tempat tugas.
Pada kesempatan itu, saya menegaskan kembali, bahwa dengan lahirnya para dai tersebut, maka semakin mengokohkan kampus STID Mohammad Natsir sebagai salah satu kampus terbaik di Indonesia. Sebab, 100 persen lulusannya menjadi dai. Sesuai petunjuk Rasulullah saw, bahwa “khairun naas anfa’uhum lin-naas.”
Jadi, secara hakiki, manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi umat manusia. Sepatutnya, penentuan ranking kampus-kampus terbaik juga memasukkan aspek akhlak mulia, sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Aneh, jika pendidikan kita mengaku mementingkan akhlak mulia, tetapi ranking suatu kampus tidak terpengaruh oleh kasus korupsi pimpinannya.
Menjadi dai Dewan Da’wah berarti siap berjuang bersama masyarakat untuk kemajuan jiwa dan raga mereka. Para lulusan kampus dakwah ini tidak bingung dengan pekerjaan yang akan ditekuni. Sejak semester ke-5, mereka sudah diterjunkan ke masjid-masjid selama dua tahun, tidur di masjid, membantu memakmurkan masjid.
Kepada para sarjana dakwah itu saya sampaikan bahwa “mereka bukan manusia biasa”. Jika banyak sarjana lulus kuliah langsung terpikir bagaimana bisa bekerja di suatu instansi atau perusahaan, maka para sarjana dakwah Dewan Da’wah ini diterjunkan ke masyarakat untuk memajukan masyarakat dalam berbagai bidang. Tentu saja, terutama kemajuan dalam iman, ibadah, dan akhlak mulia.
Para dai tidak boleh berpikir sebagai manusia biasa. Tugas utama mereka adalah berjuang, berjuang, dan terus berjuang melanjutkan misi dakwah Nabi Muhammad saw dan para nabi serta para ulama pejuang di Nusantara ini. Yakni, bagaimana mewujudkan kehidupan yang penuh rahmat dan menyempurnakan akhlak mulia.
Bagaimana dengan pekerjaan mereka? Dengan lulusannya yang mencapai 800 orang, para alumni STID Muhammad Natsir selama ini banyak dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat. Keperluan dan permintaan dai ke Dewan Da’wah masih sangat besar. Tahun ini, permintaan itu mencapai 240 orang. Tetapi, hanya bisa dipenuhi tak lebih dari setengahnya.
Karena itu, dalam perspektif pendidikan, sejatinya model pendidikan di STID Mohammad Natsir ini telah mendahului konsep “Kampus Merdeka” yang diluncurkan pemerintah sejak Desember 2020. STID Mohammad Natsir sudah berkiprah sejak tahun 1999 dengan mengirim para dai ke berbagai pelosok tanah air.
Kepada para sarjana dakwah itu, saya samapikan, agar mereka tidak memiliki sikap rendah diri. Menjadi dai adalah panggilan perjuangan yang sangat mulia. Allah SWT sudah mengabarkan, bahwa: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim!” (QS Fushshilat: 33).
Karena begitu mulianya kedudukan dai, maka logisnya, anak-anak muslim berebut dan bangga menjadi dai dan kuliah di kampus-kampus dakwah. Sebab, berdakwah dan menjadi dai adalah pekerjaan utama dari ummat Muhammad saw.
Model kampus STID Mohammad Natsir sejatinya juga merupakan satu model ”universitas Islam” yang sebenarnya. Sebab, kampus ini menekankan pembentukan pribadi-pribadi muslim yang seutuhnya (al-insan al-kulliy); bukan manusia-manusia parsial, yang hanya berpikir tentang kesenangan diri sendiri.
Disamping dibekali dengan ilmu-ilmu fardhu ain, para dai lulusan STID Mohammad Natsir juga dibekali dengan berbagai keilmuan dan ketrampilan agar mereka bisa hidup mandiri di tengah masyarakat. Mereka harus memiliki jiwa kemandirian. Mereka harus menjadi manusia merdeka.
Soal rizki, para sarjana dakwah Dewan Da’wah itu sudah memahami, bahwa Allah menjamin rizki para pejuang di jalan Allah: “Jika kamu menolong agama Allah, pasti Allah akan menolong kamu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS Muhammad: 7).
Para dai muda ini pun patut menyadari bahwa tugas utama mereka adalah menyampaikan dakwah bil-hikmah. Mereka harus menjadi teladan dan memberikan solusi bagi kehidupan masyarakat. Jangan sampai kehadiran mereka di tengah masyarakat justru menambah masalah atau menimbulkan masalah baru.
Kita dukung dan kita doakan, semoga para dai Dewan Da’wah yang baru diwisuda ini dapat menjalankan amanah perjuangan dengan sebaik-baiknya. Aamiin.
