Tragedi Sepakbola di Malang: Introspeksi Total Sampai ke Jiwa Bangsa Kita

Oleh: Dr. Adian Husaini (Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia)

Tragedi sepakbola di Malang pada Sabtu (1/10/2022) malam, sungguh mengerikan. Malam itu ada pertandingan antara Arema Malang dan Persebaya Surabaya. Skor berakhir 2-3 untuk kemenangan Persebaya. Karena kecewa tim jagoannya kalah, maka suporter Arema melampiaskan kekecewaannya. 

Entah kenapa kerusuhan itu kemudian semakin meningkat dan jatuhlah korban diperkirakan lebih dari 150 orang. Kasus ini sedang diinvestigasi pihak yang berwenang. Berbagai pihak sudah menyampaikan duka cita yang mendalam dan juga harapan agar tragedi seperti ini tidak terjadi lagi. 

Presiden Joko Widodo langsung menginstruksikan agar kompetisi Sepakbola Liga Indonesia itu dihentikan dulu dan dilakukan introspeksi total. Kapolri juga diperintahkan untuk melakukan investigasi secara menyeluruh. 

Sudah puluhan tahun kompetisi Liga Indonesia itu digelar. Selama itu pula beberapa kali terjadi aksi-aksi kekerasan yang tidak diinginkan. Padahal, berbagai upaya sudah dilakukan untuk meredam terjadinya kekerasan. 

Yang menyedihkan bukan hanya kelemahan dalam prosedur pengamanan dan keselamatan. Tapi, seperti ada konflik laten yang terus terjadi dari tahun ke tahun. Yang terkenal adalah pertandingan antara Persija Jakarta dengan Persib Bandung dan antara Persebaya dan Arema Malang. Di sebuah group WA sampai ada yang menulis, bahwa di kalangan suporter ada yang berprinsip: “Arema boleh kalah dengan yang lain, tapi tidak boleh kalah dari Persebaya.”  

Sepertinya, semangat seperti itulah yang tertanam dalam banyak penonton sepakbola di Malang malam itu. Suporter Arema sangat kecewa menerima kekalahan Tim-nya dari Persebaya. Padahal, laga malam itu sudah tidak dihadiri oleh suporter Persebaya. Alangkah memilukannya melihat jenazah korban yang rata-rata masih berusia belia. Mereka adalah anak-anak muda yang ikut menyemarakkan dunia persepakbolaan di tanah air. 

Kekecewaan atas kekalahan dalam suatu pertandingan adalah hal biasa. Tetapi, yang tidak bisa diterima oleh masyarakat adalah ketika kekecewaan itu berubah menjadi kekerasan dan tindakan anarkis. Karena itulah, kini semua pihak meminta agar dilakukan investigasi dan evaluasi menyeluruh terhadap jalannya pertandingan, untuk perbaikan persepakbolaan kita.

*****

Kita menyambut baik berbagai upaya perbaikan dalam dunia sepakbola. Apalagi, dalam beberapa waktu terakhir Tim Nasional dalam beberapa kelompok umur juga menorehkan prestasi yang lumayan. Jangan sampai tragedi di Malang itu kemudian merusak kemajuan persepakbolaan kita.

Tapi, dalam masalah ini ada hal yang lebih serius dan mendasar dari masalah manajerial persepakbolaan. Itu adalah kondisi kejiwaan bangsa kita. Mengapa sampai tertanam perasaan kebencian dan dendam yang begitu mendalam antar berbagai warga bangsa. Kondisi seperti ini bukan hanya terjadi dalam dunia sepakbola. Tapi, juga dalam berbagai aspek kehidupan.

Dalam dunia politik, misalnya, semangat sejumlah kalangan untuk menghabisi lawan politiknya juga dilihat secara telanjang  oleh masyarakat. Karena lawan politiknya, maka tidak salah pun diupayakan agar disalahkan dan dijatuhi hukuman. Sebaliknya, jika seseorang itu merupakan bagian dari kelompoknya, maka meskipun jelas-jelas salah, tetap saja bebas dari jeratan hukum. 

Artinya, orang bisa begitu tega melihat saudaranya sengsara dan menderita, meskipun ia tahu bahwa saudaranya itu tidak bersalah. Yang penting, ia dan kelompoknya bisa menikmati kehidupan dunia yang nyaman. 

Yang mengerikan, kondisi seperti ini pun juga terjadi dalam dunia pendidikan. Ada rektor perguruan tinggi terkenal yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan tuduhan menerima suap dari para calon mahasiswa. 

Itu artinya pak rektor  sudah  melakukan kezaliman, karena merampas hak orang lain. Ia tega menyengsarakan orang lain demi keuntungan pribadinya. Jika suatu institusi penjaga moral seperti Perguruan Tinggi sudah rusak moralnya, maka kondisi di luar perguruan tinggi itu akan lebih rusak. 

Jadi, tragedi sepakbola di Malang dan berbagai tragedi sosial lainnya, merupakan indikator penting akan kondisi kejiwaan bangsa kita. Karena itulah, pendiri bangsa kita sudah mengamanahkan: BANGUNLAH JIWANYA, BANGUNLAH BADANNYA! 

Jiwa bangsa ini harus dibangun. Dalam ajaran Islam, pembangunan jiwa adalah pensucian jiwa (tazkiyyatun nafs). Jiwa yang sehat adalah yang jiwa yang bebas dari kedengkian, kesombongan, dan kebencian. Jiwa yang sehat adalah jiwa yang penuh kasih sayang. Jangankan sesama manusia, kepada sesama makhluk saja, orang muslim diperintahkan untuk menyayangi.

Rasulullah saw berpesan: “Tidak beriman seorang diantara kamu, sampai ia mencintai saudaranya, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim). 

Pendidikan jiwa inilah sebenarnya intisari dari pendidikan yang sebenarnya.  Pendidikan jiwa ini sudah sangat mendesak. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, bangunlah bandaranya, bangunlah jalan tolnya, bangunlah bendungannya, dan seterusnya!.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *