Safari Dakwah di Bumi Sultan Baabullah

Oleh: Dr. Adian Husaini (Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia)

Pada hari Kamis (15/9/2022), saya memulai perjalanan dakwah ke Maluku Utara. Perjalanan kali ini ditemani oleh Ketua Bidang Pendidikan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (Dewan Da’wah), yaitu Dr. Ujang Habibie. Sekitar pukul 07.00 WIT (Waktu Indonesia Timur), pesawat mendarat di Bandara Sultan Babullah, Ternate.

Di bandara, kami dijemput Pimpinan Dewan Da’wah Maluku Utara, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Syuro Dewan Da’wah Maluku, Ust. Ridwan M. Elyas dan Ketua Dewan Dakwah Maluku Utara, Ust. Sofyan Tsaury, alumnus Universitas Islam Madinah.

Ust. Ridwan merupakan tokoh senior di Maluku Utara. Umurnya sudah 70 tahun. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Halmahera Tengah. Saat ini, ia juga menjabat sebagai Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Maluku Utara.

Diantara yang ikut menjemput kami juga ada Ust. Usman Muhammad, M.Pd. Ia adalah ketua MUI Kota Ternate. Dalam jamuan makan pagi, Ust. Usman bercerita, bahwa ia adalah dai Dewan Da’wah yang pernah ditugaskan di Papua selama 25 tahun, sebelum akhirnya kembali ke Ternate. Ia mulai bertugas sebagai dai Dewan Da’wah tahun 1979.

Dari sejumlah cerita tentang dakwah di tahun 1970an itu, bisa dipahami, bagaimana ketajaman visi Mohammad Natsir dalam dakwah. Tahun-tahun awal 1970-an, Mohammad Natsir – sebagai Ketua Dewan Da’wah – telah mengirimkan dai-dai yang tangguh ke berbagai pelosok Indonesia. Para dai itu “hanya” berpendidikan lulusan SMA. Tapi, mereka sudah siap terjun ke masyarakat.

Baik Ust. Ridwan maupun Ust. Usman Muhammad berkisah tentang kekaguman mereka terhadap visi dan kerja dakwah Pak Natsir. Mereka pernah mengalami sentuhan pembinaan langsung oleh Pak Natsir. Semangat dakwah itu masih terus mereka rasakan, sehingga di usia yang tidak muda lagi, mereka terus aktif dalam dunia dakwah.

Acara utama pada Kamis pagi itu adalah Pelantikan dan Pengukuhan Pengurus Dewan Da’wah Maluku Utara. Tempatnya di Masjid al-Muhajirin, Ternate. Hadir dalam acara itu Kepala Kanwil Kementerian Agama Maluku Utara, Ketua MUI Maluku Utara, Ketua MUI Kota Ternate,  dan juga utusan dari Polda Maluku Utara.

Saat memberikan sambutan, saya menyampaikan tentang pentingnya para pengurus Dewan Da’wah Maluku Utara menggali khazanah kejayaan sejarah Maluku Utara. Sebab, provinsi ini memiliki potensi sejarah yang besar, khususnya di masa kejayaan Kerajaan Ternate dan Tidore. Yang paling tersohor adalah kejayaan dan kepahlawanan Raja Baabullah di Ternate.

Dalam buku berjudul “Sultan-sultan Legendaris dalam Sejarah Maluku Utara” (Ternate: LSIPI, 2020), ditulis satu bab berjudul: “Sultan Babullah, Pemimpin Tangguh dari Maluku Utara.” Disebutkan, bahwa: “Sultan Babullah adalah Sultan Ternate yang paling termasyhur. Ia adalah seorang mujahid yang berani lagi bijaksana. Sebagai seorang mujahid, ia mampu menegakkan keadilan di bumi Moluku Kie Raha dan berhasil membawa Kesultanan Ternate meraih masa keemasannya.”

Sultan Babullah dilantik pada 8 Februari 1570, sebagai Sultan Ternate ke-8. Ia menggantikan ayahnya, Sultan Khairun, yang dibunuh secara biadab di Benteng Portugis. Dalam upaya mengusir Portugis dari Maluku, Sultan Babullah mengeluarkan sejumlah kebijakan, diantaranya: (1) Melarang semua kapal Portugis memasuki wilayah perairan Maluku, dan (2) Melarang konversi orang-orang Islam ke agama Kristen dan membatalkan semua kemudahan yang pernah diberikan Sulyan Khairun kepada misi Jesuit.

Pada 25 Mei 2022, Tempo.co menulis berita berjudul: “Hari ini, Sultan Baabullah Berhasil Usir Portugis dari Ternate 447 Tahun Lalu.” Ditulis dalam berita itu, bahwa sebagai anak tertua dari Sultan Khairun Jamil, Sultan Baabullah dianggap sebagai Sultan teragung dalam sejarah Ternate dan Maluku karena keberhasilannya mengusir penjajah Portugis di Ternate.

Masa pemerintahan Sultan Baabullah berlangsung pada 1570-1583. Masa itu disebut sebagai massa paling spektakuler dalam sejarah Kesultanan Ternate.

“Sultan Baabullah Penakluk Portugis.  Sebab, dia merupakan pemimpin yang menaklukkan bangsa asing yakni Portugis. Kekejaman bangsa Portugis begitu melukai hati Baabullah dan rakyat Ternate, membutuhkan waktu lima tahun mereka mengepung benteng Portugis di Ternate. Ketika itu, pasukan Portugis semakin lemah. Lantaran dikepung, mereka kekurangan obat, makanan hingga membuat mereka akhirnya terpaksa menyerah. 

Tepat pada 28 Desember 1575, Portugis pun menyerah tanpa syarat. Tiga hari kemudian  pada 31 Desember 1575 Portugis diizinkan Sultan Baabullah menginggalkan Ternate dengan syarat alat perang atau senjata mereka harus ditinggalkan. Setelah kemenangannya menaklukkan Portugis, Sultan Baabullah langsung memperluas wilayah kekuasaannya. Antara lain Mindanao, Bima-Koreh dan Nove Guinea, dengan prajurit yang terdiri dari 30.000 orang.

Akibat kehebatannya itu, Francois Valentyn menyebutnya Baabullah si penguasa 72 pulau. Di era itu, Ternate telah mencapai puncak kejayaan dan menjadi kerajaan yang besar. Sultan Baabullah telah berhasil menanamkan rasa percaya diri rakyatnya, agar dapat bangkit melawan kekuasaan asing yang ingin menguasai hidup mereka.” (https://nasional.tempo.co/read/1595087/hari-ini-sultan-baabullah-berhasil-usir-portugis-dari-ternate-447-tahun-lalu).

*****

Kepada para pengurus Dewan Da’wah Maluku Utara saya sampaikan bahwa mereka memiliki hak sejarah (historical right) untuk mewujudkan kejayaan rakyat Maluku Utara, melalui penanaman nilai-nilai yang mulia ke dalam diri manusia. Manusia-manusia yang mulia itulah yang akan mampu mewujudkan peradaban Islam yang unggul di masa depan.

Tema tentang pentingnya membangun SDM berbasis budaya ilmu itulah yang saya sampaikan pada acara-acara berikutnya di bumi Maluku Utara, atau “Bumi Sultan Babullah”. Kejayaan kerajaan Ternate dan Tidore bisa dijadikan cermin untuk kita melakukan evaluasi dan perbaikan pendidikan bagi generasi mendatang.

Selama di Maluku Utara (15-18 September 2022), saya sempat mengisi Kuliah Subuh dan Khutbah Jumat di Masjid Agung al-Munawwar.. Setelah itu, bersilaturrahim dengan Pengurus dan guru-guru di Pesantren Salman al-Farisi, di Pulau Halmahera dan Pesantren Ali bin Abi Thalib di Pulau Tidore.

Semoga safari dakwah yang singkat di bumi Sultan Babullah ini memberikan manfaat besar perkembangan dakwah di masa mendatang. Aamiin. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *