Oleh: Dr. Adian Husaini (Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia)
Di tahun 2022 ini, aktivitas Peringatan Mosi Integral Mohammad Natsir terasa makin semarak. Pada 3 April 2022, ada dua peringatan yang digelar. Pagi hari diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah (STID) Mohammad Natsir dan sore harinya Tasyakkur Mosi Integral diselenggarakan oleh Bidang Polhukam Dewan Da’wah. Ada tiga pembicara yang hadir: Menkopolhukam Prof. Mahfud MD, Pakar Hukum Tata Negara Prof. Yusril Ihza Mahendra dan Ketua Umum Dewan Da’wah Dr. Adian Husaini.
Hari Senin (4 April 2022), Fraksi PKS DPR RI juga menggelar acara tentang Mosi Integral Mohammad Natsir, dengan pembicara: Andi Widjajanto, M.Sc. (Gubernur Lemhanas), Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A. (Wakil Ketua MPR RI), Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A. CBE. (Cendikiawan Muslim), Dr. H. Adian Husaini, M.Si. (Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia). Tema yang dipilih dalam diskusi ini adalah: “Spirit Transformasi dan Kolaborasi dalam Menjaga Integrasi Nasional”.
Pada diskusi 3 April 2022 itu, Prof. Mahfud MD menguraikan sejumlah peran penting yang dimainkan oleh Mohammad Natsir dalam membangun persatuan Indonesia. Natsir memberi contoh bagaimana membangun kebersamaan antar berbagai kalangan untuk mencapai satu tujuan bersama, yaitu Integrasi bangsa.
Mohammad Natsir, menurut Mahfud MD, telah berjasa membendung upaya menjadikan Indonesia sebagai negara sekuler. Natsir juga telah memelopori mobilitas vertikal di kalangan kaum muslimin, sebagai warga bangsa Indonesia yang tidak perlu mengalami perasaan rendah diri untuk ikut terjun dalam kememimpinan negara.
Prof. Yusril Ihza Mahendra menjelaskan secara kronologis situasi negara seputar terjadinya Mosi Integral Mohammad Natsir. Tidak mudah untuk melakukan hal itu. Tetapi, dengan kegigihannya, Natsir melobi para pimpinan fraksi di Parlemen RIS, sehingga semuanya bersepakat untuk menyatukan diri dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk melobi Ir. Sakirman, sekjen PKI, Natsir memerlukan waktu sekitar 3 jam. Begitu juga para tokoh lainnya.
Mosi Integral Natsir pada 3 April 1950 itulah yang kemudian mengubah Indonesia dari bentuknya negara serikat, menjadi Negara Kesatuan. Dengan Mosi Integral Natsir itu, maka bubarlah Republik Indonesia Serikat (RIS), yang merupakan hasil konferensi Inter Indonesia – antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi BFO – di Yogyakarta 19-22 Juli 1949.
Pembentukan BFO adalah upaya Belanda untuk ”mengepung” Republik Indonesia. Negara-negara BFO adalah: Negara Dayak Besar, Negara Indonesia Timur, Negara Borneo Tenggara, Negara Borneo Timur, Negara Borneo Barat, Negara Bengkulu, Negara Biliton, Negara Riau, Negara Sumatera Timur, Negara Banjar, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera Selatan, Negara Jawa Timur, dan Negara Jawa Tengah. Dengan demikian, Belanda berhasil menunjukkan, bahwa wilayah negara Republik Indonesia hanyalah di sebagian Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera. (Lihat, Anwar Harjono dkk., Muhammad Natsir: 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, (Jakarta: Pustaka Antara, 1978).
Kepada Majalah Tempo (edisi 2 Desember 1989), Natsir menceritakan, bahwa kisah untuk mencapai Mosi Integral tersebut, ia memerlukan waktu selama 2,5 bulan untuk melobi berbagai fraksi. Untuk meyakinkan pimpinan Republik Indonesia, Natsir harus pergi ke Yogya, dan berdiskusi sampai pukul 3 dini hari.
Bung Karno mengakui kehebatan perjuangan Mohammad Natsir dengan Mosi Integralnya. Setelah “Mosi Integral” berhasil, Natsir dipercaya Presiden Soekarno untuk menjadi Perdana Manteri. Wartawan Harian Merdeka Asa Bafagih bertanya kepada Soekarno tentang siapa yang akan jadi perdana menteri setelah Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan, maka Soekarno menjawab, “Ya, siapa lagi kalau bukan Natsir dari Masyumi, mereka punya konsepsi untuk menyelamatkan Republik melalui konstitusi”.
***
Pada kesempatan diskusi 3 April 2022 itu, saya menyampaikan pentingnya para elite bangsa untuk menjaga tradisi ilmu dan tradisi dialog sebagaimana dicontohkan para pendiri bangsa. Di tengah berbagai perbedaan tajam, mereka bisa menyatukan pendapat untuk keselamatan bangsa dan negara.
Mohammad Natsir memiliki pemikiran sendiri. Tetapi, demi persatuan, ia bersedia untuk berdialog dan mencapai titik temu. Lebih jauh tentang masalah ini, silakan dibaca buku yang saya terbitkan: Berbeda, Berdialog, Berjuang Bersama: Keteladanan Para Tokoh Bangsa Mewujudkan Kemerdekaan dan Kejayaan Indonesia (2021).
Saat ini, bangsa Indonesia juga sedang mengalami ujian yang cukup berat dalam soal integrasi sosial. Aneka konflik horisontal mulai bermunculan. Media sosial semakin mempercepat penyebaran berita-berita yang memudarkan kohesivitas sosial dan kerukunan wantar warga masyarakat.
Dalam situasi seperti inilah, kita perlu menggali kisah-kisah kepahlawanan para pendiri bangsa, dalam menyelesaikan perbedaan di antara mereka. Kasus Mosi Integral Mohammad Natsir dapat diangkat menjadi satu contoh, bagaimana seorang tokoh Islam mampu memainkan peran penting dalam menyelamatkan NKRI. Natsir dan para tokoh Islam lainnya, mampu menempatkan Islam dan keindonesiaan pada tempat yang adil.
Peran untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan dan NKRI pernah dimainkan banyak tokoh Islam, seperti HOS Tjokroaminoto, KH Hasyim Asy’ari, Ki Bagus Hadikoesoemo, Syafruddin Prawiranegara, Kasman Singodimedjo, Panglima Besar Soedirman, Mohammad Natsir, dan sebagainya.
Meskipun mengalami kekecewaan atas perubahan dalam Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945, tetapi para tokoh Islam tetap memandang Kemerdekaan RI adalah rahmat dari Allah SWT. Karena itulah, fatwa jihad KH Hasyim Asy’ari mewajibkan umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Fatwa ini disambut oleh seluruh kaum muslimin Indonesia.
Itu artinya, kaum muslimin Indonesia memandang, bahwa kemerdekaan Indonesia adalah anugerah Allah SWT. Begitu juga Mosi Integral Mohammad Natsir. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari peristiwa Mosi Integral, 3 April 1950. Aamiin.
