Oleh: Dr. Adian Husaini (Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia)
Kunjungan dakwah di Morowali Utara Sulawesi Tengah pada 22 Maret 2022 sangat berkesan. Di situ saya melihat langsung hasil kerja dakwah yang luar biasa dari dai Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia yang dimotori oleh Ust. Sugiatno. Sekitar 20 tahun lalu, Sugiatno mulai melakukan pendekatan ke sejumlah suku pedalaman di Morowali Utara.
Hasilnya, banyak yang kemudian tertarik memeluk Islam. “Saya tidak pernah mengajak mereka masuk Islam. Saya hanya menunjukkan bagaimana hidup yang baik,” ujarnya. Sukses di satu kampung pedalaman, Ust. Sigit – begitu ia biasa dipanggil – berpindah ke kampung lainnya. Setidaknya kini ada tiga lokasi kampung pedalaman yang memerlukan pembinaan selanjutnya.
Ust. Sigit tidak berhenti sampai disitu. Ia terus berpikir dan bergerak untuk memajukan kampung-kampung muallaf yang telah menerima dakwahnya. Anak-anak mereka diusahakan pendidikan yang baik. Dan terakhir, dengan dukungan Laznas Dewan Da’wah, ia membuka program baru berupa Kampung Zakat Desa bersinar (Beriman, bersinergi dan berkarya).
Saya melihat langsung proses pembukaan lahan 8 hektar untuk penanaman tanaman-tanaman buah di Kampung Uwemalingku, yang diresmikan langsung oleh Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kemenag. Sebagai dai Dewan Da’wah dan juga penyuluh agama Islam Kemenag Morowali Utara, Ust. Sigit berhasil mendekati semua pihak, mulai aparat pemerintah sampai tokoh-tokoh masyarakat di Sulteng.
Sebelum itu, ia juga sudah menyiapkan lahan seluas 1 hektar di pinggir jalan nasional. Rencananya lahan itu akan digunakan untuk pesantren dan pusat dakwah. Menurutnya, masih tersedia lahan sekitar 300 hektar yang siap dibudidayakan. “Kami sangat memerlukan dai-dai yang siap terjun memberdayakan masyarakat dan lahan yang begitu luas,” ujarnya.
Saat ini, baru 5 orang dai di Morowali Utara yang dikirim oleh Dewan Da’wah pusat. Padahal, Ust. Sigit meminta 20-an orang. Maklum, tahun 2021 lalu, STID Mohammad Natsir mengirimkan lulusannya sebanyak 130 orang dai untuk berdakwah di berbagai daerah di Indonesia. Ada satu Pemerintah Daerah di Sumatera yang meminta dikirim dai sampai 40 orang. Jadi, lapangan dakwah dan perjuangan sebenarnya begitu terbuka bagi anak-anak muda muslim yang siap berjuang.
Hari Rabu (23/3/2022), sebelum kembali ke Jakarta, saya bertemu dengan seorang tokoh di Luwuk, Kabupaten Banggai. Beliau berkisah, bahwa ada lahan seluas 50 hektar lebih yang siap dikelola. Ia berharap Dewan Da’wah bersedia untuk memanfaatkannya untuk kemajuan dakwah. Tentu saja ini menambah daftar panjang potensi-potensi lahan yang diamanahkan kepada Dewan Da’wah.
Saya sudah pernah berkunjung ke berbagai daerah di Indonesia, mulai Aceh sampai Papua. Indonesia begitu kaya raya akan potensi lahan dan aneka kakayaan alam yang terkandung di dalamnya. Belum lagi, lautan yang begitu luas dan melimpah ruah kekayaan alamnya. Tapi, lagi-lagi, muncul pertanyaan, mengapa hingga kini masih banyak potensi-potensi sumber daya alam itu yang belum dioptimalkan kemanfataannya?
***
Jawabnya: Ini soal pendidikan! Memang pendidikan kita belum banyak yang diarahkan untuk melahirkan para pahlawan peradaban yang siap terjun ke daerah-daerah potensial, khususnya di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, Papua, dan sebagainya. Padahal, dulu pemerintah telah berhasil melaksanakan program transmigrasi. Di berbagai daerah, para transmigran yang dulu dibekali lahan 2 hektar, kini berhasil mengembangkan daerahnya menjadi daerah-daerah yang cukup makmur.
Saat ini, kita telah memasuki zaman baru. Internet telah menghilangkan sekat-sekat kota dan desa, sekat urban dan pedalaman. Penduduk kota dan desa bahkan daerah pedalaman saat ini sudah memiliki peluang yang sama untuk mengakses melimpahnya informasi. Dari tengah hutan – selama ada jaringan internet – seorang bisa mengambil kuliah mulai S1 sampai tingkat S3.
Bahkan, daerah-daerah pedalaman itu memiliki keunggulan. Selain alamnya yang indah dan udara yang bersih, potensi lahannya bisa digarap untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Seorang dosen, kini bisa tinggal di daerah pelosok, dengan mengelola pertanian terpadu. Tugas-tugas kuliah dan dakwahnya bisa dilakukan melalui media daring.
Jadi, saat inilah sebenarnya peluang bagi pemerintah dan lembaga-lembaga dakwah untuk bekerjasama mengembangkan lahan-lahan yang belum teroptimalkan pemanfaatannya. Pemerintah pun telah membuka diri. Kini saatnya lembaga-lembaga dakwah bersifat lebih aktif lagi, khususnya dalam menyiapkan kader-kader dai yang memiliki visi peradaban dan sikap hidup yang zuhud.
Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia yang telah berpengalaman selama puluhan tahun menangani dakwah-dakwah di pedalaman kini dihadapkan pada tantangan untuk terus meningkatkan pendidikan dakwahnya. Pendidikan Dewan Da’wah harus mampu melahirkan para pejuang atau pahlawan peradaban, yang memiliki ilmu yang benar, akhlak mulia, dan jiwa dakwah yang tinggi.
Menjadi dai adalah tindakan yang sangat mulia. “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim!” (QS Fushshilat: 33)
Dengan terbukanya peluang dakwah yang begitu besar, maka prototipe dai ideal bukan hanya yang mampu memberikan ceramah. Tetapi, ia juga memiliki kemampuan pengembangan masyarakat dan sumber daya alam yang melimpah. Inilah tantangan baru dalam dunia pendidikan Islam. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk menyambut peluang dakwah yang semakin terbuka. Aamiin