Tiga Cara Merawat Warisan NKRI Mohammad Natsir

Padang, dewandakwah.com – Salah satu warisan dan hadiah terbesar Mohammad Natsir adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui gerakan Mosi integral. “Inilah amanah Pak Natsir yang harus terus kita rawat,” ucap Wakil Ketua MPR-RI, Hidayat Nur Wahid saat memberi materi kebangsaan dalam Haflah 55 tahun Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia di Kota Padang, Sumatera Barat, Sabtu (26/2/22).

Menurut HNW, ada tiga cara yang bisa dilakukan untuk merawat warisan tersebut. Pertama, komitmen dalam menjaga konstitusi dari hal-hal yang menentangnya. Seperti LGBT yang menyerang Pasal 28B ayat 1 atau materi ajar di berbagai sekolah yang bertentangan dengan Pasal 31 terkait pentingnya iman, taqwa dan akhlak mulia.

“Hal inilah yang juga dilakukan Pak Natsir. Dimana Mosi Integral yang ia cetuskan salah satu maksudnya ialah untuk memenuhi amanah konstitusi yang mengharuskan negara kesatuan,” kata politisi PKS itu.

Kedua, menjaga otonomi daerah supaya terus berjalan dengan baik dan benar. Harus hadir di dalamnya keadilan dan kemakmuran. Sila kelima Pancasila harus ikut terwujud juga.

“Sebab, begitulah semangat desentralisasi yang Pak Natsir usung melalui ide mosi integralnya. Desentralisasi yang menghadirkan keadilan dan kemakmuran serta mewujudkan sila kelima di setiap daerahnya,” ujarnya.

Cara terakhir merawat warisan NKRI tentu saja dengan dengan mempererat ukhuwah antar umat Islam dan di luarnya. “Sebagaimana ide mosi integral beliau dulu bisa diterima oleh semua kalangan, entah ia sekular bahkan beragama Kristen sekalipun,” ungkapnya.

Perlu diketahui, sejak awal, ide mosi integral Mohammad Natsir bisa diterima oleh semua kalangan, termasuk lawan ideologi politiknya, Bung Karno. Alasannya karena karisma keikhlasan, kebaikan perjalanan hidup yang dibangunnya, serta kelihaiannya dalam melobi.

Ketika Indonesia menjadi NKRI, jelas HNW, dunia internasional mengakui. Bahkan PBB mengakui Indonesia sebagai anggotanya. Dan ketika itulah Pak Natsir diberikan jabatan Perdana Menteri oleh Bung Karno.

“Tiga April bukan sekadar peringatan mosi integral Pak Natsir, tapi juga penegasan akan kepedulian dan perjuangan partai-partai Islam yang terhimpun dalam Masyumi melalui Natsir terhadap NKRI. Maka sudah sepantasnya tiga April diperingati sebagai hari NKRI,” tegas penulis “Mengelola Masa Transisi Menuju Masyarakat Madani” ini.*

Laporan: Fatih Madini/Editor: Ibnu Syafaat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *